A. Pengertian Pendidikan Agama
Kata
“Pendidikan Agama” terdiri dari dua kata berbeda, yaitu “pendidikan” dan
“agama”. Pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalah “pe” dan
akhiran “an” yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan, proses, perbuatan, cara mendidik.
Pengertian pendidikan menurut istilah adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak mempunyai sifat-sifat dan tabi’at sesuai cita-cita pendidikan.
Pengertian pendidikan menurut istilah adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak mempunyai sifat-sifat dan tabi’at sesuai cita-cita pendidikan.
Sedangkan
agama menurut Ensiklopedia Indonesia diuraikan sebagai berikut: “Agama (umum),
manusia mengakui dalam agama adanya yang suci: manusia itu insaf, bahwa ada
sesuatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Sehingga
dengan demikian manusia mengikuti norma-norma yang ada dalam agama, baik tata
aturan kehidupan maupun tata aturan agama itu sendiri. Sehingga dengan adanya
agama kehidupan manusia menjadi teratur, tentram dan bermakna. Sedangkan agama
(wahyu) adalah agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada para rasulNya,
kepada kitab-kitabNya untuk disebarkan kepada segenap umat manusia.
Dari beberapa
pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ”pendidikan agama” adalah suatu
usaha yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh agar mereka mampu
menimbulkan sikap dan budi pekerti yang baik serta dapat memelihara
perkembangan jasmani dan rohani secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang
sesuai dengan aturan agama.
Akhlak, Moral dan Etika. Bila berbicara mengenai moral, maka tidak akan terlepas dari tingkah laku manusia, dan bila berbicara tentang tingkah laku, maka erat hubungannya dengan bagaimana pendidikan yang telah didapatkan oleh seorang anak di rumah atau di sekolah. Oleh karena itu usaha yang harus ditempuh untuk menjadikan anak sebagai manusia yang baik dalam lingkungan pendidikan adalah penyampaian pendidikan moral (akhlak), karena akhlak merupakan pencerminan tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan ketiga term di atas, yaitu: Akhlak, moral dan etika.
Akhlak, Moral dan Etika. Bila berbicara mengenai moral, maka tidak akan terlepas dari tingkah laku manusia, dan bila berbicara tentang tingkah laku, maka erat hubungannya dengan bagaimana pendidikan yang telah didapatkan oleh seorang anak di rumah atau di sekolah. Oleh karena itu usaha yang harus ditempuh untuk menjadikan anak sebagai manusia yang baik dalam lingkungan pendidikan adalah penyampaian pendidikan moral (akhlak), karena akhlak merupakan pencerminan tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan ketiga term di atas, yaitu: Akhlak, moral dan etika.
Secara
etimologi kata akhlak adalah bentuk jama dari kata “khuluk”, yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, sedangkan menurut Ahmad Amin
akhlak itu adalah kebiasaan kehendak. Secara terminologi akhlak itu berarti
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gampang dan mudah serta tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Ada pula
yang mengartikan akhlak dengan “Keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah
melakukan perbuatan tanpa berfikir dan melalui pertimbangan lebih dahulu”. Dari
dua pengertian di atas tampak bahwa tidak ada yang bertentangan, melainkan
memiliki kemiripan antara keduanya. Dalam masyarakat barat kata “akhlak” sering
diidentikkan dengan “etika”, walaupun pengidentikan ini tidak sepenuhnya benar,
maka mereka yang mengidentikkan akhlak dengan etika mengatakan bahwa “etika”
adalah penyelidikan tentang sifat dan tingkah laku lahiriah manusia. Sedangkan
akhlak menurut M. Quraish Shihab lebih luas maknanya dari etika serta mencakup
beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriyah, misalnya yang berkaitan
dengan sikap bathin maupun pikiran.
Terlepas dari
semua pengertian di atas, kata akhlak dalam penggunaannya sering disamakan
dengan kata “moral” dan “etika”. Istilah moral yang kita kenal berasal dari
Bahasa Latin, yaitu “mores” yang berarti adat kebiasaan, sedangkan etika
berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti kebiasaan. Dalam
kehidupan sehari-hari moral lebih dikenal dengan arti susila. Moral mengandung
arti praktis, ia merupakan ide-ide universal tentang tindakan seseorang yang
baik dan wajar dalam masyarakat. Pada dasarnya akhlak, etika dan moral memiliki
arti yang sama, ketiganya sama-sama berbicara tentang baik dan buruk perbuatan
manusia.
Dari
pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Akhlak (etika atau moral) adalah
budi pekerti, sikap mental atau budi perangai yang tergambar dalam bentuk
tingkah laku berbicara, berpikir dan sebagainya yang merupakan ekspresi jiwa
seseorang, yang akan melahirkan perbuatan baik –menurut akal dan syari’at– atau
perbuatan buruk. Peserta didik adalah orang yang mendapatkan pendidikan dan
pengetahuan. Peserta didik adalah hal yang paling penting dalam dunia
pendidikan, karena tanpa adanya peserta didik, pendidikan tidak akan
berlangsung. Lalu apakah benar anak dapat di didik? Untuk menjawab pertanyaan
ini para ahli berbeda pandangan. Aliran Nativisme, mempunyai pandangan bahwa
anak mempunyai pembawaan yang kuat sejak dilahirkan, baik buruknya anak sangat
tergantung pada pembawaan yang ada padanya, bukan dari pendidikan. Berbeda
halnya dengan aliran empirisme yang mempunyai pandangan bahwa perkembangan jiwa
anak sangat ditentukan oleh pendidikan atau dengan kata lain baik buruknya anak
sangat tergantung pada pendidikan yang diterimanya.
Oleh karena
kedua aliran ini terasa kurang memuaskan dalam hal pemberian pendidikan pada
anak, maka yang menamakan dirinya aliran convergensi menepis kedua pendapat di
atas, dengan mengatakan bahwa perkembangan jiwa anak sangat tergantung pada
pembawaan dan pendidikan yang diterimanya. Hal ini sejalan dengan apa yang
disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa “Tidaklah anak yang dilahirkan itu
kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT),
kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani
ataupun Majusi (HR. Muslim)”. Hadits ini mengisyaratkan kepada kita bahwa pada
dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan kemudian tergantung kepada
pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik,
maka mereka akan menjadi oranng yang taat beragama. Tetapi sebaliknya, bilamana
benih agama yang telah dibawa tidak dipupuk dan dibina dengan baik, maka anak
akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama.
B. Tujuan Pengajaran Pendidikan Agama (Islam)
Pengajaran
adalah suatu proses yang didasarkan kepada tujuan. Dalam pendidikan dan
pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha memberikan hasil yang
diharapkan dari siswa setelah mereka menyelesaikan pengalaman belajar. Tujuan
ini sangat penting karena merupakan pedoman untuk mengarahkan kegiatan belajar.
Ada tiga alasan mengapa tujuan
pengajaran itu perlu dirumuskan, yaitu:
1. Jika
suatu pekerjaan atau suatu tugas tidak disertai tujuan yang jelas dan benar,
akan sulitlah untuk memilih atau merencanakan bahan dan strategi yang hendak
ditempuh atau dicapai.
Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penelitian hasil belajar sesuai dengan harapan yang dikehendaki dari subyek belajar. Perumusan tujuan yang benar akan memberikan pedoman bagi siswa atau subyek belajar dalam menyelesaikan materi dan kegiatan belajar.
Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penelitian hasil belajar sesuai dengan harapan yang dikehendaki dari subyek belajar. Perumusan tujuan yang benar akan memberikan pedoman bagi siswa atau subyek belajar dalam menyelesaikan materi dan kegiatan belajar.
2. Rumusan
tujuan senantiasa merupakan sifat yang sangat bermanfaat dalam perencanaan dan
penilaian sutau program belajar mengajar. Demikian pula dengan pengajaran
Pendidikan Agama Islam, agar proses pengajaran dapat berjalan secara efektif
dan efisien, berdasarkan pada tujuan. Menurut Mahmud Yunus, tujuan Pendidikan
Agama Islam dalam segala tingkat pengajaran umum sebagai berikut:
a) Menanamkan
perasaan cinta dan taat kepada Allah SWT, dalam hati anak-anak.
b) Menanamkan
i’tikad yang benar dan kepercayaan yang benar dalam diri anak-anak.
c) Mendidik
anak-anak dari kecil supaya mengikuti seruan Allah SWT dan meninggalkan segala
larangannya.
d) Mendidik
anak-anak dari kecil berakhlak mulian
e) Mengajar
pelajaran-pelajaran supaya mengetahui macam-macam ibadah yang wajib dikerjakan
dan cara-cara melakukannya serta mengetahui hikmahnya, untuk mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
f) Memberi
contoh dan suri tauladan yang baik.
g) Membentuk
warga negara yang baik dan masyarakat yang baik, yang berbudi luhur dan
berakhlak baik serta berpegang teguh pada ajaran agama Islam.
3. Tujuan
Pendidikan Agama Islam merupakan tujuan yanng hendak dicapai oleh setiap orang
yang melaksanakan Pendidikan Agama Islam, karena dalam pendidikan agama yang
diutamakan adalah keimanan yang teguh, sebab iman yang teguh akan menghasilkan
ketaatan menjalankan kewajiban agama. Tujuan tersebut mengandung arti bahwa
Pendidikan Agama Islam itu menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya
maupun masyarakat dan yang bersangkutan senang mengamalkan dan mengembangkan
agama Islam serta mampu memanfaatkan alam untuk kepentingan hidupnya.
C. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, Pendidikan Agama Islam memiliki arti penting terutama
dalam rangka mendidik kepribadian seseorang sesuai ajaran Islam. Bahkan dasar
hukumnya cukup jelas yaitu Al-Qur’an dan Hadits, untuk selalu dipelajari dan
ditanamkan oleh setiap muslim dalam menjalani kehidupan di dunia ini, karena
itulah yang akan menjamin seseorang mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Prof. Dr. H. M. Arifin, M.Ed., menjelaskan tentang ruang lingkup
Pendidikan Agama Islam yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam
lapangan hidup, meliputi:
a. Lapangan
hidup keagamaan
b. Lapangan
hidup berkeluarga
c. Lapangan
hidup ekonomi
d. Lapangan
hidup politik
e. Lapangan
hidup kemasyarakatan
f. Lapangan
hidup seni dan budaya
g. Lapangan
hidup ilmu pengetahuan
Dilihat pembahasannya ruang
lingkup pengajaran Pendidikan Agama Islam, meliputi tujuh pokok, yaitu:
1. Keimanan
2. Ibadat
3. Al-Qur’an
4. Akhlak
5. Muamalah
6. Syari’ah
7. Tarikh
Seperti yang
telah dijabarkan di atas bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia
berkualitas secara lahiriyah dan bathiniyah. Secara lahiriyah pendidikan
menjadikan manusia bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta dapat
menentukan arah hidupnya ke depan. Sedangkan secara bathiniyah pendidikan
diharapkan dapat membentuk jiwa-jiwa berbudi, tahu tata krama, sopan santun dan
etika dalam setiap gerak hidupnya baik personal maupun kolektif. Hal ini
mengandung arti bahwa pendidikan akan membawa perubahan pada setiap orang
sesuai dengan tata aturan. Selain itu agama juga mempunyai peran penting dalam
dunia pendidikan, banyak ayat-ayat kauniyah yang menganjurkan umatnya untuk
selalu belajar kapanpun dan dimanapun, atau dengan istilah long life education
sebagai motivasi agama untuk dunia pendidikan. Misalnya wahyu pertama yang
diterima Nabi Muhammad SAW adalah tentang pendidikan, yaitu bagaimana kita
membaca perkembangan diri sendiri, orang lain bahkan dunia dengan pengetahuan
yang berorientasi agama (ketuhanan). Oleh sebab itu pendidikan agama (Islam)
akan memberi “imunisasi” pada jiwa seseorang untuk selalu berada dalam jalan
yang benar sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, yang selalu mengajarkan
kebenaran hakiki pada setiap aktifitas pemeluknya.
Pendidikan
agama pada dunia pendidikan merupakan modal dasar bagi anak untuk mendapatkan
nilai-nilai ketuhanan, karena dalam pendidikan agama (Islam) diberikan ajaran
tentang muamalah, ibadah dan syari’ah yang merupakan dasar ajaran agama. Hal
inilah yang menjadikan pendidikan agama sebagai titik awal perkembangan
nilai-nilai agama pada anak.
Sebagai contoh, Allah SWT menganjurkan umatnya untuk bershadaqah, dengan shadaqah anak didik diharapkan peduli dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangah/bantuan. Shadaqah ini mengajarkan nilai-nilai sosial (muamalah) dalam berinteraksi di masyarakat. Dengan shadaqah seorang anak didik akan merasakan bahwa “saling membutuhkan” pada setiap orang adalah ciri dari kehidupan. Ini merupakan contoh kecil dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Sebagai contoh, Allah SWT menganjurkan umatnya untuk bershadaqah, dengan shadaqah anak didik diharapkan peduli dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangah/bantuan. Shadaqah ini mengajarkan nilai-nilai sosial (muamalah) dalam berinteraksi di masyarakat. Dengan shadaqah seorang anak didik akan merasakan bahwa “saling membutuhkan” pada setiap orang adalah ciri dari kehidupan. Ini merupakan contoh kecil dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Dari contoh
di atas mengajarkan “simbiosis mutualisme” dalam kehidupan yang menjadikan
suatu bukti bahwa betapa pentingnya nilai-nilai agama diajarkan kepada anak,
dimana dalam dunia pendidikan dicakup dalam satu bidang garapan yaitu
pendidikan agama. Pendidikan agama dalam kehidupan tidaklah sepenuhnya menjadi
tanggung jawab guru di sekolah, melainkan juga orang tua sebagai contoh nyata
dalam kehidupan anak. Bagaimana mungkin anak akan menjadi baik, jika orang
tuanya hidup dalam ketidakbaikan. Oleh karena itu pendidikan agama harus
ditanamkan kepada anak dimanapun ia berada, baik formal maupun non formal.
Lalu apakah pendidikan agama dapat membentuk moral anak didik? Untuk menjawab pertanyaan ini banyak elemen yang mencakup didalamnya. Secara teoritis seharusnya pendidikan agama dapat membentuk kepribadian anak, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang akhirnya iman dan taqwa kepada Allah SWT. Jika seseorang sudah beriman dan bertaqwa dengan sebenar-benarnya, maka segala perbuatannya akan mencerminkan nilai-nilai agama, menjalankan segala yang diperintah dan meninggalkan semua yang dilarang. Seiring dengan itu maka moral/etika pun akan tercermin di dalamnya. Bagaimana mungkin seseorang yang beriman dan bertaqwa misalnya, menggunakan narkoba atau hal-hal lain yang dilarang agama. Hal ini menjadi bukti bahwa jika seorang anak telah tertanam dalam dirinya nilai-nilai agama yang kuat, maka sudah dapat dipastikan moral/etika pada orang tersebut akan terbentuk dengan sendirinya, mengikuti irama iman dan kualitas taqwa yang ada padanya.
Lalu apakah pendidikan agama dapat membentuk moral anak didik? Untuk menjawab pertanyaan ini banyak elemen yang mencakup didalamnya. Secara teoritis seharusnya pendidikan agama dapat membentuk kepribadian anak, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang akhirnya iman dan taqwa kepada Allah SWT. Jika seseorang sudah beriman dan bertaqwa dengan sebenar-benarnya, maka segala perbuatannya akan mencerminkan nilai-nilai agama, menjalankan segala yang diperintah dan meninggalkan semua yang dilarang. Seiring dengan itu maka moral/etika pun akan tercermin di dalamnya. Bagaimana mungkin seseorang yang beriman dan bertaqwa misalnya, menggunakan narkoba atau hal-hal lain yang dilarang agama. Hal ini menjadi bukti bahwa jika seorang anak telah tertanam dalam dirinya nilai-nilai agama yang kuat, maka sudah dapat dipastikan moral/etika pada orang tersebut akan terbentuk dengan sendirinya, mengikuti irama iman dan kualitas taqwa yang ada padanya.